Ekonomi Digital RI Potensi Bisa Tumbuh Lebih Dari Rp 4.000 Triliun

Ekonomi Digital RI Potensi Bisa Tumbuh Lebih Dari Rp 4.000 Triliun

Ekonomi digital RI potensi bisa tumbuh lebih dari Rp 4.000 triliun, prospek cerah ini diharapkan bisa mengantarkan ekonomi Indonesia masuk dalam posisi lima teratas secara global.

Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir menyebutkan digitalisasi sangat berperan bagi pertumbuhan ekonomi Tanah Air, potensinya dapat menyentuh Rp4.500 triliun.

GSMA, asosiasi yang menaungi kepentingan industri seluler dan telekomunikasi global dalam laporan berjudul “Forging a resilient digital nation : Proposals for Indonesia’s future” juga menyatakan prospek Indonesia bisa masuk ke lima teratas ekonomi digital terbesar di dunia pada 2030 mendatang.

Peluang tersebut datang bukanlah tanpa sebab, pertama karena Indonesia memiliki bonus demografi dari penduduk usia produktif yang dominan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), penduduk berusia 15 – 64 tahun di RI mencapai lebih dari 60%.

Penduduk usia produktif Indonesia bahkan menyumbang lebih dari 40% demografi di seluruh ASEAN. Sejalan dengan itu, wilayah Indonesia yang terdiri dari lebih 17.000 pulau saat ini telah memiliki infrastruktur jaringan yang cukup luas terutama dari jaringan 4G yang berhasil meng-cover 96% dari total populasi.

Gabungan antara bonus demografi disertai infrastruktur jaringan yang luas akan mengakselerasi permintaan data semakin meningkat. Apalagi saat ini segala hal sudah bertransformasi ke arah digital.

Mulai dari pesan makan, konsultasi kesehatan, belajar, bekerja, dan kehidupan sehari-hari lainnya sudah semakin dipermudah dengan bantuan internet hingga Artificial Intelligence (AI).

Kebutuhan digital tersebut saat ini sudah semakin sulit dipisahkan dari kehidupan masyarakat masa kini Situs Toto. Oleh karena itu, prospek ekonomi digital di Tanah Air masih memiliki ruang pertumbuhan yang luas ke depan.

Namun, yang perlu dicatat infrastruktur 4G saja ternyata tidak-lah cukup untuk mendorong prospek cerah ekonomi digital Indonesia. Dalam laporan GSMA disebutkan, konektivitas seluler 5G juga diperlukan untuk meningkatkan nilai ekonomi digital Indonesia supaya bisa bersaing dengan negara teratas seperti China dan India ke depan.

Di Indonesia, akselerasi jaringan 5G hingga kuartal III/2023 sudah tumbuh 54%, tetapi kontribusi-nya hanya 19% saja dari total jaringan yang ada. Porsi yang masih kecil ini menjadi satu peluang operator telekomunikasi untuk ekspansi.

Sayangnya, untuk bisa mengakselerasi jaringan 5G ke seluruh wilayah Indonesia saat ini masih ada banyak tantangan yang perlu dihadapi, mulai dari harga spektrum 5G yang dinilai masih tinggi, beban pajak yang berlebih, kendala regulasi, hingga tantangan masih banyak masyarakat yang ternyata belum terkoneksi internet NANA4D.

Pemerintah harus mengambil langkah-langkah kebijakan yang kritis dan lebih serius guna mendukung percepatan pengembangan 5G. Teknologi jaringan 5G adalah komponen kunci dari infrastruktur yang diperlukan untuk mendukung negara-negara digital masa depan.

Laporan GSMA merekomendasikan beberapa solusi guna membantu pemerintah mencapai target Indonesia masuk ke dalam ekonomi terbesar dunia, diantaranya sebagai berikut :

  • Mendorong pembagian infrastruktur secara sukarela (pasif dan aktif) untuk mengurangi biaya peluncuran jaringan, terutama di daerah-daerah yang sulit.
  • Mengurangi birokrasi untuk mendapatkan izin yang diperlukan dan hak guna bangunan (RoW) untuk lokasi cell-site dan penyebaran serat optik.
  • Mengurangi dan menyederhanakan pajak dan biaya sektor tertentu (termasuk pajak menara dan biaya izin pembangunan menara, dan berbagai biaya yang dikenakan oleh pemerintah kota) untuk meringankan beban biaya peluncuran jaringan dan operasi dan memastikan keberlanjutan keuangan industri seluler.
  • Memberikan insentif kebijakan untuk mendorong investasi di bidang infrastruktur.
  • Memungkinkan konsolidasi lebih lanjut di sektor telekomunikasi untuk mendorong sinergi dan skala yang diperlukan untuk peluncuran infrastruktur yang luas.

Lainnya, yang perlu diperhatikan juga adalah dari sisi masyarakat. Ini karena yang terjadi saat ini ketika infrastruktur sudah tersedia, tetapi literasi masyarakat masih kurang, sehingga ada gap penggunaan yang tinggi.

Data GSMA mencatat di Indonesia ada usage gap atau persentase angka dari total populasi yang belum terkoneksi internet masih cukup tinggi, nilainya mencapai 49%. Nilai tersebut jauh di atas rata-rata se-Asia Pasifik dan Global di 38%, serta sangat kontras dengan coverage gap di Indonesia yang hanya di 4%.

Coverage gap merupakan persentase angka yang merepresentasikan populasi yang belum terkoneksi internet karena kondisi geografis yang sulit atau berada di wilayah sangat pelosok.  Di Indonesia saat ini, kondisi-nya usage gap tinggi, sementara coverage gap rendah, hal ini menunjukkan sebenarnya infrastruktur jaringan di RI sudah menjangkau hingga pelosok, tetapi realita-nya banyak dari masyarakat-nya yang belum bisa menikmati jaringan internet.

Oleh karena itu, GSMA menyarankan untuk meningkatkan kesadaran layanan internet seluler, khususnya di masyarakat pedesaan, meningkatkan keamanan online bagi kelompok rentan, mempromosikan program literasi dan keterampilan digital,serta meningkatkan keterjangkauan harga dan menjamin ketersediaan perangkat telekomunikasi hingga ke pelosok daerah.

Dengan mengimplementasikan pendekatan tersebut, GSMA memproyeksi Indonesia bisa berpotensi membuka keran investasi hingga US$18 miliar dari industri seluler sepanjang 2024 – 2030, yang sebagian besar akan digunakan untuk jaringan 5G. Investasi ini akan juga akan memberikan kontribusi sebesar $41 miliar terhadap PDB dalam enam tahun mendatang.

Tautan Terkait :

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *